suka makan

Hujan baru saja berhenti. Matahari baru menampakkan diri setelah beberapa saat dikalahkan oleh awan hitam pembawa hujan. Kawasan Braga terlihat lengang, tidak banyak orang yang berjalan-jalan sore itu. Kami berjalan menyusuri Bragaweg sambil celingukan. Mata kita berpendar ke seluruh penjuru, mencari-cari sesuatu. Aha, tak berapa lama mata kami tertuju pada sebuah papan nama. Yes, finally we found it! Sebuah papan bertuliskan “Braga Permai Restaurant: chocolatier, pattisiers, boulangers” menjulang tinggi di halaman depan sebuah bangunan.
Kami kemudian berjalan ke restoran bersejarah ini. Tapi langkah kaki kami terhenti begitu sampai di depan halaman Braga Permai. Tiba-tiba rasa segan, malu, dan takut muncul. Entah kenapa. Mungkin suasana restoran yang terkesan tertutup dan eksklusif membuat kami merasa tidak nyaman. Apalagi ketika itu Braga Permai sedang sepi. Kami hanya melihat seorang berkebangsaan asing tengah membaca buku dan meminum bir di salah satu meja. Duh, masuk nggak ya? Tapi keinginan yang luhur serta penasaran tingkat tinggi akhirnya mengalahkan ketakutan kami. Hey, we’re journalists wanna be…we don’t have to be afraid about anything, rite? Kalau pun kami tidak bisa mewawancarai pengelola Braga Permai, setidaknya kami pernah masuk ke restoran yang sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda ini.
Begitu masuk ke dalam restoran, kami melihat berpuluh-puluh meja dengan gaya tahun 80-an. Foto-foto Maison Bogerijen zaman baheula banyak terpajang di dinding restoran. Salah seorang teman yang merekomendasikan tempat ini pernah berseloroh, katanya bangunan dan desain restoran Braga Permai mirip restoran yang ada di film Warkop DKI. Ternyata memang tidak jauh berbeda ya kawan…
Kami disambut oleh seorang ibu berpakaian abu-abu. Kemudian kami mengutarakan niat kami datang ke restoran tersebut, mewawancarai pengelola Braga Permai. Namun sayang, orangnya tidak ada. Yaaa, udah jauh-jauh ke sini…salah juga sih nggak konfirmasi dulu. Hihi.
Karena sudah terlanjur masuk ke restoran ini, akhirnya kami pun melihat-lihat makanan yang ada di display. Whoa, makanan di sana membuat air liur kami menetes. Di sana terpajang berbagai aneka roti, kue, es krim, coklat, dan jelly yang menggugah selera. Ternyata, Braga Permai juga memproduksi kue-kue kering sendiri. Semua makanan yang dipajang namanya aneh-aneh dan susah dibaca. Maklum, mereka memang masih memakai istilah Belanda untuk menamai kue-kue.


Tergoda, kami pun menanyakan harga berbagai macam kue (maklum, uang kami terbatas…jadi harga menjadi pertimbangan penting dalam hal ini… ) . Harga kuenya ternyata cukup terjangkau bagi kami sang mahasiswa melarat.hihi. Sebuah soes dengan porsi yang cukup besar dibandrol dengan harga Rp. 6.500 saja! Chocolate cake dengan lapisan coklat yang menggiurkan juga dihargai sama. Tanpa basa-basi, kami langsung membeli cake itu. Tapi memang harga makanan lain terbilang mahal. Coklat berbagai rasa dan bentuk rata-rata dijual dengan harga Rp.30.00 – Rp.50.000/ons. Es krim dijual dengan harga Rp.20.000-an. Selain makanan manis, mereka juga menyajikan menu utama seperti steak, sate, dan swike yang harganya berkisar antara Rp.30.000- Rp.50.000. Hmm, bagi kami harga itu sangat mahal dan tidak terjangkau…hiks.
Menjamurnya restoran di Kota Bandung yang lebih modern sedikit banyak memengaruhi keberlangsungan hidup restoran ini. Seiring berjalannya waktu, pengunjung Braga Permasi semakin berkurang. Apalagi pengunjung yang seumuran kita. Nah, nggak ada salahnya lho kalian mengunjungi restoran ini. Selain menikmati kue-kue khas Belanda, kita juga bisa belajar mencintai sejarah. 
1 Response
  1. jadi pengen coba. belom pernah ke situ soalnya. nice info! :)


Posting Komentar